Beberapa waktu belakangan ini, lagi seru perdebatan pro kontra soal kelompok yang disebut Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual (selanjutnya akan disebut LGBT). Terlepas kalian setuju atau tidak, pada kenyataannya mereka ada dan hidup di tengah masyarakat. Bahkan, mungkin kita bahkan berkawan dengan mereka, entah di tempat kerja, sekolah, kampus, dan tongkrongan anda.
Nah, di bawah ini aku ingin berbagi beberapa pertanyaan yang pasti sering ingin kamu tanyakan ke mereka tapi kadang sungkan:
Kapan jadi LGBT?
Nah, ini pertanyaan yang kerap kali aku dengar dari beberapa kawan ke seseorang yang coming out. Aku sendiri saat belum terpapar dengan pengetahuan tentang seksualitas punya pertanyaan yang sama ke seorang kawan yang saat itu telah coming out.
Pertanyaan seperti sebenarnya tidak perlu kita tanyakan. Mengapa? Alasannya sederhana aja sih… Bukan urusan kita. Itu sama saja bertanya kepada diri sendiri “kapan kamu menyadari diri jadi seorang hetero?” Kalau kamu bisa jawab, maka seperti itulah jawaban mereka.
Kehidupan seksual
Penasaran sih boleh aja, tapi pada prinsipnya kehidupan seksual seseorang ada wilayah privat. Gini aja, kalau ada seseorang yang bertanya soal kehidupan seksual kamu dengan pasangan, apakah kamu merasa nyaman? Kalau tidak nyaman, sama aja dengan mereka.
Tapi kalau memang penasaran banget, boleh lah kamu bertanya. Tapi bertanya lah dengan sopan dan pastikan bahwa kawan yang ditanya merasa nyaman untuk berbagi. Jangan paksa jika kawanmu tak ingin berbagi. Ingat, kehidupan seksual dia adalah wilayah privat yang tidak boleh diganggu oleh siapa pun termasuk Negara selama tidak terjadi kekerasan.
Jadi LGBT itu dosa
Aku pribadi paling malas membahas soal ini. Buat aku, urusan dosa antara manusia dengan Tuhan. Jika kamu menganggap mereka berdosa, biarlah mereka yang menanggungnya. Soal dosa-apapun tafsir keagamaan/keyakinan kamu-posisiku sangat jelas; sebagai manusia, bukan wilayahku untuk menyatakan seseorang berdosa atau tidak. Biarlah Tuhan melaksanakan tugasnya jika kamu meyakini bahwa Tuhan yang kamu sembah Maha Adil.
Sebagai kawan, mungkin kamu merasa punya tanggung-jawab moral untuk mengingatkan. Oke, tapi tanpa kamu ingatkan saja, aku yakin kawanmu sudah mendengarnya dari berbagai pihak. Bisa kamu nilai sendiri bagaimana masyarakat kita menilai mereka? Jadi saranku, tidak perlu menambah beban mereka dengan mengingatkan sesuatu yang sudah dia tahu. Kalaupun merasa tetap perlu, lakukanlah tanpa menghakimi. Susah? Iya emang susah…
Dipepet ama LGBT
Nah, ini yang sering aku dengar dari kawan-kawan yang rada homophobic, mereka khawatir kalau mereka akan dipepet sesama jenis. Bro, nggak usah kelewat percaya diri deh, seperti hetero mereka yang homo juga punya kriteria yang membuat mereka tertarik.
Tentu saja, hal seperti ini bisa saja terjadi. Jika memang kamu menghadapi situasi seperti ini, kamu bisa menghadapinya dengan bijak, nggak perlu takut apalagi marah. Kalau ada yang mepet kamu, tinggal bilang ke dia kalau kalian “beda liga” alias hetero (itu kalau kamu yakin banget ya). Kalau dia masih ngotot juga mepet, kamu punya hak untuk menegur dengan tegas. Yang pasti jangan menggunakan kekerasan ya…
LGBT menular
Kamu pernah berasumsi bahwa kalau LGBT itu dapat menular? Jangan sedih, aku juga pernah berpikir demikian!
Mending cerita dari pengalamanku dulu deh yang sudah 18 tahun berteman dengan kawan-kawan yang secara terbuka (setidaknya ke aku) tentang orientasi seksualnya. Kalau berteman dengan yang transgender kayaknya lama. Awalnya kenal dengan mereka, aku benar-benar risih karena isi kepalaku penuh dengan asumsi negatif. Beberapa kali kepedean karena merasa dipepet ama salah satu dari mereka dan agak jaga jarak karena takut tertular.
Lama-lama kok asumsi dan perasaan itu udah nggak ada karena pelan-pelan bisa melihat mereka sebagai manusia pada umumnya. Tentu saja, saat itu aku berusaha mencari informasi mengenai LGBT dan terbuka untuk sesuatu yang baru. Belajar gender dan feminisme benar-benar membuka pemahamanku mengenai persoalan ini. Akhirnya jadi sering tanya dan belajar dari mereka soal kehidupan mereka sebagai LGBT. And you what?! Sampai saat ini aku masih tertarik dan berpasangan dengan perempuan. Ini bukan masalah imanku yang tebal tapi orientasi dan identitas gender itu bukan seperti ganti pakaian. Lagi pula, aku belum menemukan penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa LGBT dapat menular.
Pada akhirnya, mencari seorang teman itu tidak mudah. Kita berteman karena merasa nyaman dan bisa saling mendukung, bukan karena latar belakang sosial atau aspek lainnya. So, mudah-mudahan ini bisa membantu kamu untuk berteman dengan siapa pun.
1 comment
[…] Sumber: House of Question […]