Home Meja KerjaHak Asasi Manusia Terminologi Hak Asasi Manusia (HAM)

Terminologi Hak Asasi Manusia (HAM)

0 comment

Apakah hak asasi manusia itu?

Hak asasi manusia pada umumnya dipahami sebagai hak-hak yang melekat pada manusia. Konsep hak-hak asasi manusia mengakui bahwa setiap manusia berhak menikmati hak-hak asasinya tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan yang lain, asal usul nasional atau sosial, harta milik, status kelahiran atau status yang lain.

Hak asasi manusia yang secara hukum dijamin oleh undang-undang hak asasi manusia melindungi orang per orang maupun kelompok orang terhadap tindakan yang mengganggu kebebasan dasariah dan martabat manusia. Hak-hak ini diungkapkan dalam perjanjian, hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip dan sumber hukum yang lain. Undang-undang hak asasi manusia mewajibkan Negara- negara bertindak dengan cara tertentu dan melarang Negara-negara untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Namun, undang-undang tidak menetapkan hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang melekat pada manusia dan menjadi milik setiap orang sebagai akibat dari kemanusiaannya.

Perjanjian dan sumber hukum yang lain pada umumnya bertugas melindungi secara formal hak-hak orang per orang dan kelompok orang terhadap tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan pemerintah untuk menghalangi mereka menikmati hak-hak asasinya.

Beberapa ciri hak asasi manusia yang paling penting adalah sebagai berikut:

  • Hak-hak asasi manusia didasari penghormatan kepada martabat dan nilai setiap orang;
  • Hak asasi manusia bersifat semesta, dalam arti bahwa hak asasi manusia berlaku sama bagi semua orang tanpa pembedaan apa pun;
  • Hak asasi manusia tidak dapat dicabut, dalam arti bahwa hak seseorang tidak bisa dirampas; dalam sistuasi-tertentu hak-hak ini bisa dibatasi (misalnya, bila oleh pengadilan seseorang diputuskan bersalah atas suatu kejahatan, hak atas kebebasannya dapat dibatasi);
  • Hak asasi manusia tidak dapat dipisah-pisah, saling terkait, dan saling bergantung, karena tidak bisa beberapa hak asasi manusia saja yang kita hormati, sedangkan hak asasi manusia yang lain tidak dihormati. Dalam praktik, pelanggaran satu hak sering mempengaruhi penghormatan terhadap beberapa hak yang lain. Karena itu, semua hak asasi manusia harus dianggap sama pentingnya dan sama perlunya bagi penghormatan terhadap martabat dan nilai setiap orang.

Undang-undang hak asasi manusia internasional

Pengungkapan hak asasi manusia secara formal sebagai hak yang melekat pada manusia dilakukan melalui undang-undang hak asasi manusia internasional. Serangkaian perjanjian hakasasi manusia internasional dan instrumen-instrumen yang lain telah muncul sejak 1945 yang memberikan bentuk legal pada hak asasi manusia yang inheren. Pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan forum yang ideal bagi pengembangan dan penerimaan instrumen-instrumen hak asasi manusia.

Instrumen-instrumen lain yang mencerminkan masalah hak asasi manusia tertentu di suatu wilayah telah diterima pada tingkat regional. Kebanyakan Negara juga sudah menerima konstitusi dan undang-undang yang lain yang secara formal melindungi hak-hak asasi manusia yang dasariah. Sering sekali bahasa yang digunakan oleh Negara-negara diambil langsung dari instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional.

Undang-undang hak asasi manusia internasional terutama terdiri atas perjanjian dan kebiasaan, dan, antara lain, juga terdiri atas deklarasi, garis besar haluan, dan prinsip-prinsip mendasar.

Perjanjian

Perjanjian adalah sebuah kesepakatan yang dibuat Negara-negara yang diikat oleh peraturan-peraturan tertentu. Perjanjian internasional memiliki nama-nama yang berbeda, seperti kovenan, piagam, protokol, konvensi, dan persetujuan. Perjanjian secara hukum mengikat Negara-negara yang telah setuju untuk diikat oleh ketetapan- ketetapan dalam perjanjian – dengan kata lain, Negara-negara yang menjadi dalam perjanjian.

Sebuah Negara menjadi pihak suatu perjanjian melalui ratifikasi, aksesi atau suksesi.

Ratifikasi adalah ungkapan formal persetujuan Negara untuk diikat perjanjian. Hanya Negara yang sebelumnya sudah menandatangani perjanjian (selama terbukanya periode untuk membubuhkan tanda tangan) dapat meratifikasi perjanjian. Ratifikasi terdiri atas dua tindak prosedural: pada tingkat dalam negeri, ratifikasi membutuhkan persetujuan dari badan konstitusi yang sesuai (biasanya kepala Negara atau parlemen). Pada tingkat internasional, sesuai dengan ketetapan yang relevan dalam perjanjian tersebut, instrumen ratifikasi akan dikirim secara formal ke badan tempat penyimpan perjanjian yang bisa berupa Negara atau organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Aksesi terkait dengan persetujuan keterikatan yang dibuat suatu Negara yang sebelumnya belum menandatangani perjanjian yang bersangkutan. Negara-negara meratifikasi perjanjian baik sebelum maupun sesudah perjanjian diberlakukan. Hal ini juga berlaku bagi aksesi.

Sebuah Negara juga bisa menjadi pihak yang ikut serta dalam suatu perjanjian internasional melalui suksesi, yaitu ikut pada bagian tertentu dari perjanjian tersebut atau melalui deklarasi.

Kebanyakan perjanjian tidak berlaku sendiri. Pada beberapa Negara perjanjian lebih tinggi kedudukannya daripada hukum dalam negeri, di beberapa Negara yang lain kepada perjanjian diberikan status konstitusional, sedangkan di beberapa Negara yang lain lagi hanya ketetapan-ketetapan tertentu dalam perjanjian tersebut dimasukkan ke dalam hukum dalam negeri.

Dalam meratifikasi sebuah perjanjian, Negara bisa memasukkan persyaratan ke dalam perjanjian tersebut, yang menunjukkan bahwa walaupun Negara setuju untuk diikat oleh sebagian besar ketetapannya, Negara bisa tidak setuju dengan beberapa ketetapan khusus tertentu. Namun demikian, persyaratan tidak boleh mengalahkan sasaran dan tujuan perjanjian. Tambahan lagi, juga bila sebuah Negara bukan pihak suatu perjanjian atau telah memasukkan persyaratannya, Negara itu tetap bisa terikat pada ketetapan-ketetapan perjanjian yang sudah menjadi bagian dari hukum kebiasaan inernasional atau membentuk kaidah-kaidah umum hukum internasional, seperti larangan terhadap penyiksaan.

Kebiasaan

Hukum kebiasaan internasional (atau singkatnya “kebiasaan”) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsi kebiasaan-kebiasaan yang umum dan taat-asas yang diikuti oleh Negara-negara karena adanya rasa kewajiban hukum. Jadi, misalnya, walaupun Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia itu sendiri bukan suatu perjanjian yang mengikat, beberapa ketetapannya memiliki sifat sebagai hukum kebiasaan internasional, Deklarasi, resolusi, dsb., yang diterima oleh badan-badan Perserikatan Bangsa- Bangsa.

Norma-norma umum dari hukum internasional, yaitu prinsip dan kebiasaan yang disetujui oleh kebanyakan Negara, sering dinyatakan dalam bentuk deklarasi, proklamasi, peraturan standar, garis besar haluan, rekomendasi dan prinsip. Walaupun Negara-negara secara hukum tidak terikat oleh bentuk-bentuk pernyataan ini, namun instrumen-instrumen ini mencerminkan mufakat umum yang terdapat pada masyarakat internasional, dan karena itu memiliki kekuatan moral yang tidak dapat disangkal dalam hal kebiasaan Negara-negara mengatur hubungan internasional mereka. Nilai instrumen-instrumen itu terletak pada pengakuan dan penerimaannya oleh banyak Negara, dan, tanpa daya ikat secara hukum pun, instrumen-instrumen tersebut tetap dapat diartikan sebagai pernyataan mengenai prinsip-prinsip yang secara luas diterima pada masyarakat internasional.

Catatan: Cuplikan ini adalah cetak ulang annex dari ABC – Teaching Human Rights,United Nations Office of the High Commissioner for Human Rights (Geneva/New York:2003)

You may also like

Leave a Comment

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy