Hari raya Idul Fitri baru saja selesai dirayakan. Hampir seluruh umat muslim di dunia merayakannya sebagai hari kemenangan melawan hawa nafsu dan kembali kepada fitra sebagai manusia.
Persoalannya, dari tahun ke tahun perayaan hari kemenangan ini menjadi sangat ironis kurasakan. Aku pribadi merasakan adanya konsumerisme akut yang melanda. Sekuat apapun aku berusaha menolak, tidak mungkin rasanya menolak arus besar yang ada. Membeli baju baru untuk saudara atau kerabat, membeli kebutuhan lauk pauk untuk lebaran, jatah “preman” untuk para keponakan dan lainnya. Salah satu biaya yang paling besar dikeluarkan oleh banyak orang adalah biaya untuk mudik. Dalam kondisi seperti ini siapa yang akan panen? Tentunya para pemodal…
Walaupun sudah ada mekanisme berbagi di bulan ramadhan seperti zakat, infaq dan sadaqah sepertinya tidak cukup menjawab persoalan yang dihadapi. Budaya konsumtivisme sudah menjadi persoalan akut sehingga menengah ke atas seperti lupa bahwa ada persoalan di bawah sementara yang dibawah terbawa arus utama dari para pencipta trend.
Lalu dimanakan substansi dari bulan Ramadhan sebagai bulan untuk melawan hawa nafsu kalau tidak dapat menahan godaan untuk berbelanja pakaian baru? Dimana substansi manusia untuk kembali kepada fitranya jika hanya dinilai dari seberapa banyak uang yang dihabiskan?
530
previous post
3 comments
Kemanakah Substansi Bulan Rhamadhan ? Benar sekali apa yang anda rasakan. Sebulan penuh kita harus menahan hawa nafsu, dimulai nafsu untuk tidak makan dan nafsu tidak berhubungan. Kalau kita mengambil hadist Rosulluloh SAW. yang artinya : Betapa banyak orang yang menjalankan ibadah puasa tapi hasilnya hanya menahan lapar dan haus. Mereka tidak mendapatkan apa2 dari Allah SWT. Kalau kita mengambil hadist tersebut bahwa puasa tidak hanya menahan untuk tidak makan dan minum tapi juga bagaimana kita harus mampu menahan hal-hal yang tidak baik. Salah satu contoh Ghibah (membicarakan aib orang lain), menfitnah dan lain sebagainya. Tapi banyak diantara kita hanya puasa phisik tapi tidak puasa menahan amarah. Kesalahan yang paling fatal adalah bagaimana kita setiap harinya disuguhi hal-hal yang tidak mendidik dalam setiap acara tayangan TV. Hampir semua stasiun berlomba-lomba melihat bagaimana para selebriti tersebut menjalankan ibadah puasa yang tidak Islami. Untuk itu kita tidak perlu jauh-jauh melihat fenomena sosial yang saat ini terjadi dimasyarakat kita, bagaimana mereka banyak melakukan konsumerisme dihari raya tersebut dengan mengatasnamakan hari kemenangan. Padahal Rosulloh SAW tidak pernah mengajarkan bahwa setiap merayakan kemenangan harus membeli baju baru, tapi yang dia ajarkan adalah memakai baju yang paling baik yang beliau miliki. Ada satu riwayat dimana ada seorang anak kecil yang pada saat lebaran tampak sedih diantara kerumunan anak-anak yang bergembira, beliau Rosulloh SAW mendekati sambil bertanya “kenapa ananda menangis” jawab anak tersebut ” ayahku telah tiada, beliau meninggal pada saat ikut berperang dijalan Allah. Jadi saat ini saya yatim, tidak memiiliki ayah yang mampu membelikan baju untukku. akhirnya Rosululloh SAW memeluk anak tersebut sambil berucap maukah engkau jadi anakku. Dari sekelumit cerita tersebut barangkali lebih baik kita merenung sejenak apakah dihari yang Fitri kita telah peduli dengan anak-anak yatim ?. Untuk itulah saya sekali lagi mengajak saudaraku Syaldi dan umat Islam lainnya lebih baik saling mengingatkan dari pada sifatnya menyalahkan fenomena yang terjadi dimasyrakat kita. Watawasowbil haq watawashowbil sobri. Saling menasehati diantara kita semua. Kata Allah dalam firmannya ” KUU ANGFUSAKUM WA AHLIKUM NAARO ” Jagalah keluargamu dari siksa api neraka. Kita jaga anak-anak kita dan istri kita dari hal-hal yang tidak baik. Jadikanlah keluarga kita sebagai keluarga yang sakinah, baik dimata Allah dan baik dimata manusia. Kalau semua orang berpegang teguh dengan ayat diatas Insya Allah umat islam akan menjadi umat yang paling baik. (Khoru Ummah). Negara akan baik tergantung bagaimana setiap kepala rumah tangga mampu mendidik anak-anaknya dan keluarganya dengan baik. Mohon maaf bila kata-kata yang tidak baik, yang baik semata-mata datangnya dari Allah SWT dan yang jelek karena saya selaku manusia yang dhoif (lemah).
substansi bulan ramadhan? berfikir sejenakk lebih baik daripada melakukan 1000 tahun dlm sebuah hadis yg menyatakan, apakah umat telah berfikir tentang ap landasan pokok melakukan puasa di blan ramadhan? apa umat telah tau apa inti dari bln ramadhan itu sendiri, belum berbicara ke tahap pelaksanaan, artinya temukan apa yg menjadi jawaban, untuk mendapatkan apa yang sesungguhnya menjadi modal memohon pahala kepada allah SWT, tidak melakukan dengan tidak mengetahui semuanya, maka akan sia2 ap yg dilakukan.
Bulan ramadhan dari perspektif yg lain adalah bulan barokah. barokah buat kaum dhu’afa sekaligus buat kaum pemodal. semoga gak negative thinking ya…..he he