Ada beberapa hal yang aku ingin tegaskan sebelum memulai tulisan ini. Pertama, aku adalah seorang laki-laki heteroseksual. Kedua, aku telah berteman dengan mereka yang sering disimplifikasi menjadi HOMO. Ketiga, aku mendukung bahwa apapun orientasi seksual dan identitas gender seseorang, dia berhak untuk mendapatkan hak yang setara dengan manusia lain.
Dari berbagai obrolan, mulai dari tongkrongan sampai ke dunia maya, selalu di seputar masalah stigma masyarakat terhadap mereka yang biasa disebut (dikelompokkan) Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (selanjutnya akan disebut LGBT) selalu mencuat. Dalam beberapa konteks obrolan, aku bisa memahami kenapa stigma tersebut menempel di kepala banyak orang. Persoalan ketidak-tahuan mengenai persoalan ini dan doktrin agama adalah dua hal yang paling umum aku temui.
Banyak orang yang mengatakan bahwa LGBT adalah orang-orang yang berdosa. Melihat persoalan ini, aku tidak akan membahas lebih jauh ke dalam konteks agama. Alasannku adalah, urusan dosa bukanlah domainku sebagai manusia untuk mengatakan bahwa orang lain berdosa atau tidak. Kedua, pengetahuanku tentang agama tidaklah mencukupi. Namun, aku ingin membahas dengan menggunakan logika sederhana. Ya, logika sederhana, sebuah syarat dari menjadi seorang manusia adalah menggunakan akal dan pikirannya.
Aku ingin membandingkan bagaimana masyarakat melihat dan/atau menilai LGBT dengan seorang koruptor di Indonesia. Tindakan yang dilakukan oleh seorang koruptor sangatlah jelas merugikan banyak orang. Jelas, koruptor mengambil uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan banyak orang demi kepentingan pribadinya. Pertanyaannya kemudian adalah apakah seorang LGBT yang memilih orientasi seksual dan identitas gender berbeda dari orang kebanyakan merupakan tindakan yang merugikan banyak orang lain?
Sampai di titik ini, mari kita melihat bagaimana masyarakat memperlakukan kedua pihak. Seorang koruptor yang mana lebih banyak adalah para pejabat negara tidak mendapatkan diskriminasi yang dialami oleh para kelompok LGBT. Koruptor bahkan seringkali mendapatkan perlakukan jauh lebih baik meskipun dia sudah terbukti bersalah. Sementara seorang LGBT, mereka akan selalu mendapat perlakuan yang diskriminatif.
Oke, ada juga yang mengatakan bahwa homoseksual adalah sebuah penyakit dan menular. Oke, ada yang bisa membantuku dengan memberikan informasi penelitian ilmiah terkait dengan pernyataan di atas? Seiring perkembangan jaman dan studi ttg homoseksualitas, pemahaman tentang persoalan ini juga semakin berkembang. Ini terbukti dengan keputusan World Health Organization (WHO) pada tahun 1990 telah menghapus homoseksualitas dari daftar penyakit kejiwaan. Jujur saja, aku berteman dengan banyak teman dari kelompok LGBT dan itu tidak membuatku “tertular” menjadi LGBT.
Seorang teman pernah mengeluhkan bahwa dia di’pepet’ oleh seorang gay meskipun dia laki-laki heteroseksual dan kondisi ini sangat tidak menyenangkan. Ya, siapa pun yang berada dalam kondisi ini pasti merasa terganggu. Akan tetapi, bukankah kelakuan seperti ini tidak hanya dilakukan oleh LGBT? Bukankah banyak juga hetero yang melakukan hal yang sama? Pada intinya, tindakan yang menganggu seperti itu bukanlah karena dasar orientasi seksual.
Media massa, baik cetak maupun elektronik juga berperan dalam melakukan stigma kepada kelompok LGBT. Salah satu contoh yang paling sering terlihat adalah saat ada LGBT yang melakukan kejahatan, maka yang sering diangkat adalah orientasi seksualnya. Come on, mereka yang hetero pun melakukan kejahatan. Seorang kriminal tetaplah seorang kriminal, tidak perduli orientasi seksualnya.
Sebagai penutup, aku hanya ingin mengajak banyak orang untuk melihat kelompok LGBT sebagai manusia yang sama dengan kita. Mereka pun punya hak yang sama dengan manusia lain untuk menikmati hak sebagai manusia. Jika anda tidak setuju dengan kelompok LGBT, silahkan! Aku juga pernah berada dalam masa tersebut. Yang penting, ketidak-setujuan anda tidak diwujudkan dalam bentuk diskriminasi dan kekerasan.
1 comment
[…] pribadi, aku berani menyatakan mendukung pilihan dari manusia terkait dengan identitas gender dan orientasi seksualnya. Menurutku, hal […]