Sudah setahun, sang sahabat dan guru telah berpulang ke sisi-Nya. Om Oey, begitulah aku memanggil sang sahabat dan guru. Tulisan ini aku buat untuk mengingatkan semangat yang telah ditinggalkan untuk para generasi muda.
Aku tidak bisa mengingat persis kapan mulai mengenal sosok beliau. Aku sudah sering mendengar nama beliau saat mulai aktif di sekertariat bersama (sekber) Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) di bilangan Cikoko pada tahun 2001. Saat itu, aku sering berkumpul dengan teman-teman yang tergabung dalam Oral History Project (OHP) Tragedi ’65. Dari mereka pula aku mengenal sosok beliau sebagai salah satu narasumber.
Ternyata, aku sudah sering melihat sosok beliau di dalam beberapa Diskusi Bulan Purnama yang diadakan oleh Jaringan Kerja Budaya di Komunitas Garuda. Yah, beliau selalu berusaha hadir bersama tante Jane dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh para anak muda. Padahal umurnya sudah tidak muda lagi. Dengan penampilan yang sederhana, topi dan tongkat yang selalu menemaninya.
Sebagai Sahabat…
Aku mulai berkenalan dengan sosok beliau saat mulai terlibat dalam kampanye Perdamaian untuk Aceh. Aku dan kawan-kawan yang terlibat dalam tim kerja tersebut sering bertemu beliau. Kami mendiskusikan cara-cara untuk melakukan kampanye dengan efektif. Dikarenakan TRK merupakan organisasi yang tidak menerima dana dari lembaga donor, kami juga mendiskusikan cara untuk melakukan pencarian dana. Ya, aku tahu persis ketidak-setujuan om Oey terhadap organisasi yang mendapatkan dana dari lembaga donor.
Saat itu, aku belum mengetahui jika beliau adalah salah satu tokoh di Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA). Tidak pernah sekalipun beliau menyinggung tentang komunisme apalagi memberikan kami petuah tentang Marxisme. Dalam setiap obrolan dengan kami, beliau selalu mengedepankan bahwa yang harus kami jaga adalah semangat kemanusiaan.
Saat berdiskusi, beliau tidak pernah bicara tentang penderitaannya selama masa orde baru. Posisinya selalu sebagai seorang sahabat yang sering mendengarkan. Jika kami punya keluh-kesah, berkunjung ke rumahnya merupakan obat yang mujarab. Tidak pernah ada nasihat bijak, yang ada hanyalah obrolan santai namun berisi. Aku mengingat satu kejadian yang menarik saat mengunjungi rumah beliau di bilangan Cibubur. Saat itu, beliau baru sembuh dari sakit. Mado, anak perempuan beliau bergurau “Setiap ada anak muda yang datang ke rumah, papa semakin tambah semangat” yang disambut dengan gelak tawa dari kami. Om Oey hanya tersenyum simpul seolah mengiyakan.
Sebagai Guru
Aku sepakat dengan pernyataan bang Fay (Hilmar Farid) dalam “peringatan satu tahun berpulangnya Oey Hay Djoen” yang mengatakan bahwa beliau adalah orang sangat disiplin dalam bekerja. Terkadang memang mengesalkan namun justru inilah selalu yang harus diterapkan dalam bekerja. Beliau mengajarkan kepada kami agar bekerja sungguh-sungguh walaupun tidak mendapatkan pamrih.
Aku pun merasakan bahwa dalam setiap diskusi dengan beliau, sangat sedikit teori yang disebutkan. Salah satu yang ingat saat membicarakan tentang memahami teori Marxisme melalui Das Kapital, buku yang diterjemahkannya. Menurut beliau, buku tersebut memang memberikan penjelasan yang cukup namun untuk memahaminya secara komprehensif, aku harus membaca tentang teori ekonomi dari Adam Smith. Tujuannya sederhana, untuk memahami sebuah teori, maka kita harus tahu teori apa yang ditentangnya. Sederhananya, kita harus paham basis dasar dari teori tersebut.
Yup, selama ini aku mempelajari Marxisme hanya dengan diskusi dan membaca berbagai buku. Aku lupa untuk mengetahui kenapa teori yang dibangun Karl Marx itu hadir. Yup, sebuah pembelajaran yang sangat penting dalam hidup.
Beliau juga memperkenalkan kepadaku cara membangun pendanaan dengan menggunakan solidaritas. Selama hidupnya, beliau ternyata aktif melakukan pengumpulan dana untuk berbagai kepentingan kemanusiaan di Indonesia. Dengan memanfaatkan jaringannya di beberapa negara eropa, TRK ternyata mendapatkan dana rutin dari sekelompok Indonesianis di Paris yang melakukan fund-raising dengan membuat pasar malam indonesia
Kecewa namun tetap semangat…
Beliau adalah salah satu dewan penasihat TRK. Sebenarnya beliau tidak terlalu perduli dengan posisi tersebut, hanya saja kami melihat bahwa figur dan peran Om Oey saat itu sangat dibutuhkan. Boleh dikatakan, dari beberapa orang dewan penasihat yang kami angkat, hanya beliau dan segelintir orang saja yang secara aktif memantau perkembangan TRK.
Saat terjadi kasus penggelapan dana TRK yang dilakukan oleh bendahara kami, sudah menjadi kewajibanku untuk memberitahukan kepada seluruh Dewan Penasihat tentang peristiwa tersebut. Jika beberapa beberapa orang Dewan Penasehat tersebut menyalahkan kami, maka Om Oey justru sebaliknya.
Awalnya aku takut untuk menyampaikan langsung ke beliau. Apalagi saat itu, kondisinya baru sembuh dari sakit sehingga khawatir kabar tersebut dapat menganggu kesehatan beliau. Akhirnya aku memberanikan diri menemuinya bersama seorang teman.
Saat selesai aku ceritakan kronologi kejadiannya, beliau ternyata sangat tenang. Tidak marah hanya saja terlihat sedikit kecewa dan bertanya, “lalu, apa yang akan kalian lakukan?” Setelah menjelaskan panjang lebar rencana kami, beliau menegaskan akan mendukung langkah yang akan diambil oleh teman-teman di TRK. Ini terbukti saat kami di’serang’ oleh beberapa kawan yang merasa bahwa kesalahan tersebut harus ditanggung oleh kami.
Om Oey adalah sosok seorang guru dan sahabat yang selalu siap mendukung. Saat menerima kabar beliau berpulang melalui SMS, aku merasakan hilangnya sosok yang penuh semangat dan ideal. Semoga aku bisa tetap mengingat dan menjaga cita-cita terwujudnya bangsa yang merdeka…!