Hari ini, 1 Mei 2007, seluruh buruh di dunia memperingati hari buruh internasional. May day, muncul saat International Socialist Congress pada tahun 1899 berlangsung. 1 Mei sampai saat ini kemudian dijadikan standar bersama sebagai hari buruh, dengan pengecualian di beberapa negara seperti Amerika dan Kanada di beberapa negara brbagai cara mereka gunakan untuk memperingati hari ‘penghormatan’ bagi mereka yang berada dalam kelas pekerja. Meraka adalah kelompok yang selalu terpinggirkan dari kehidupan kapitalistik yang semakin menuntut modal sebagai tuhan dari keberlangsungan hidup.
Pada masa kejayaan rejim orde baru, kata buruh tidak pernah aku dengar muncul, baik itu di sekolah maupun kehidupan sehari-hari. Tidak satupun buku pelajaran yang memuat kata ini, silahkan anda mencarinya kalau ingin membuktikan. Penguasa orde baru dengan tegas melarang penggunaan kata-kata ini. Sepertinya, ketakutan buruh dekat dengan komunisme menjadi latar belakang pelarangan ini. Rejim saat itu menggunakan kata pekerja dan karyawan. Dua kata ini dianggap mewakili satu kata yang ‘haram’ di telinga aparat negara. Mungkin mereka tidak tahu, aku sendiri bingung dengan kedua kata tesebut. Saat duduk di SMP, aku kebingungan saat ingin menulis “Pekerja pabrik….” Atau “karyawan pabrik…”. Jika aku bertanya ke guru, pasti mereka juga kebingungan. Yang mana yang benar…
Hari ini, hampir semua buruh di dunia memperingati hari ini dengan cara turun ke jalan. Setidaknya dari berita yang aku baca dan dengar, aksi buruh kali ini juga terjadi di Cina, Turki, Afrika Selatan, bahkan di Irak. Tapi aku lebih senang jika membaca berita tentang aksi buruh di Korea Selatan, sudah pasti seru…! Atribut, yel-yel dan formasi aksi mereka begitu kompak. Tentu saja, tuntutan mereka juga sangat mendasar.
Hari ini, ribuan bahkan aku yakin mencapai puluhan ribu buruh turun ke jalan. Mereka beraksi di Jakarta, Medan, Bandung, Sulawesi Tengah dan beberapa daerah lainnya. Tuntutan mereka tidak jauh dari tuntutan perbaikan kesejahteraan bagi buruh. Seperti menaikkan upah minimum regional, perlindungan hak buruh, pemenuhan hak buruh seperti cuti dan tunjangan kesehatan dan seterusnya.
Aku menyaksikan aksi buruh di Jakarta melalui TV. Massa buruh yang turun ke jalan bersama elemen masyarakat lainnya memberikan satu peringatan bagi pemerintah bahwa mereka adalah kelompok yang memiliki kekuatan. Aku mendengarkan orasi dari para orator, jargon globalisasi (hanya lupa dengan kata ekonomi), kapitalis, penghisap darah buruh, bank dunia dan lain-lain begitu fasih mengalir. Aku berharap jargon ini dibuat lebih populer sehingga aku bisa mengerti. Maklum, belum lulus kelas jargon…
Tahun ini, aku merasa ada yang kurang dari aksi ini. Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial (PPHI), sangat samar terdengar. Padahal, setidaknya menurutku PPHI adalah sumber masalah bagi para buruh. PPHI adalah bentuk lepas tangan dari negara, yang diwakili oleh pemerintah untuk mensejahterakan buruh. Di PPHI, tanggung jawab negara hanya sebatas menjadi mediator antara pengusaha dan buruh. Kedua pihak, pengusaha dan buruh di pertemukan dan negara berada di tengah-tengah untuk menjadi wasit. Padahal, pemerintahlah yang seharusnya menjadi kekuatan kontrol bagi dunia usaha dalam pelaksanaannya. Apakah ini gejala yang menunjukkan bahwa kekuatan modal sudah sedemikian menguasai negara ini sehingga tidak dapat dikontrol lagi oleh pemerintah?
Selain itu, masih banyak hal lain yang masih mengganjal. Aku pribadi belum melihat agenda serta strategi politik yang jelas dari kelompok marginal yang mayoritas!
Akhir kata, Buruh di dunia bersatulah…!
ditulis 1 Mei 2007
418
previous post