Home Perjalanan First Experience in Geneva; Get Lost – Bagian 2

First Experience in Geneva; Get Lost – Bagian 2

0 comments

Setelah menghabiskan dua batang rokok kretek yang aku bawa, tanpa bertanya lagi aku pun bergegas untuk naik tram 13. Menurut petunjuk yang aku pegang, setelah dua pemberhentian tram itu aku akan sampai di Rue Butini. Dengan seksama, aku perhatikan pemberhentian pertama, kedua, ketiga, keempat… nah lho… aku tidak menemukan Rue Butini! Jangan-jangan, aku salah naik tram…! Aku memutuskan turun di pemberhentian kelima. Yup, aku salah arah. Seharusnya aku menuju Place des Nations, aku malah ke arah sebaliknya! Walhasil aku harus balik arah lagi. Entah karena bingung atau kurang kerjaan, aku kemudian memutuskan jalan kaki ke arah Gare Cornavin. Jaraknya tidak terlalu jauh, mungkin sekitar 1 km. Lumayan, aku bisa menikmati Jenewa di pagi hari di tengah udara yang lumayan menggigit. Setelah 30 menit berjalan, tepat pada 10.30 waktu setempat, dengan beban yang lumayan berat, akhirnya aku sampai di tujuan, Drake Hotel di Ruė Butini.
Aku kemudian bergegas check-in. Aku ingin segera rebahan dan menaruh bawaan yang berat. Cukup dengan menunjukkan paspor, aku pun dapat kunci serta satu kartu transportasi publik gratis selama berada di Jenewa. Waw…, artinya selama berada di Jenewa, aku bisa naik transportasi publik apapun; tram, bis, kereta, bahkan perahu. Hihihi… seandainya Jakarta bisa seperti ini. Berdasarkan informasi dari Front Desk hotel, aku mengetahui kalau teman sekamarku bernama Andre Titus dari Afrika Selatan. Dia seorang manajer database di Human Rights Institute for South Africa. Wah, aku bisa ngobrol banyak dengan dia soal KKR dan gerakan di Afrika Selatan. Sip…!
Setelah selesai dengan urusan kamar, aku kemudian memutuskan untuk berjalan-jalan keliling kota. Cuci mata sekalian menyesuaikan diri dengan Jenewa, agar tidak terlalu bermasalah dengan jet-lag. Tanpa berbekal apapun, aku kemudian berjalan ke tanpa tujuan di sekitar hotel. Menjadi pejalan kaki di Jenewa sangatlah nyaman. Pedestrian yang cukup lebar, jika anda menyeberang jalan pada tempatnya, kendaraan lain sudah pasti akan berhenti dan memberikan jalan pada anda. Hmm… what a nice trait! Yang lebih asyik lagi adalah ada jalur khusus untuk pengendara sepeda. Asyik banget… jadi pengen keliling naik sepeda. Oh iya, aku banyak sekali menemukan “bangkai” sepeda di beberap sudut kota.
Aku terpesona dengan tata kota yang sangat baik. Beberapa bangunan model klasik menarik perhatianku. Aku sempat memotret beberapa sudut kota… Aku terpikir apakah ada masjid di kota ini.
Monumen BrunswickSetelah berjalan 15 menit, tanpa sengaja aku berhenti di sebuah monumen yang tidak jauh dari sebuah danau. Aku memutuskan untuk nongkrong sambil memijat kakiku yang mulai pegal. Nama monumen tersebut adalah Brunswick, entah apa sejarahnya. Yang jelas, dia adalah salah satu orang terkaya yang dulu hidup di Jenewa. Setelah menghabiskan satu linting tembakau, aku pun bergegas ke arah danau. Aku baru mengetahui bahwa ini adalah Lake Geneva, salah satu danau yang cukup besar di Eropa. Airnya begitu bening, sampai-sampai aku dapat melihat dasarnya. “Hmm… seandainya Jakarta punya danau yang bening seperti ini, aku pasti akan nongkrong di sana setiap hari” tukasku dalam hati. Beberapa gerombol camar, bebek dan angsa terlihat di sekitar danau mencari makan.
lake of geneveAku duduk dan menikmati pemandangan danau tersebut. Sebuah air mancur yang tinggi, terlihat begitu indah membuatku makin betah untuk berlama-lama. Udara yang makin dingin memaksaku untuk mengeluarkan sarung tangan, topi kupluk aku tarik menutup telingaku. Satu linting tembakau kemudian menemani lamunanku. Seandainya ditemani secangkir kopi hangat, pasti aku betah duduk berlama-lama ditengah udara yang dingin.
Perut yang keroncongan memaksaku untuk segera beranjak dari tepi danau. Mencari makanan di sebuah kota yang baru kudatangi sudah pasti bukan perkara mudah. Daripada bingung, akupun memutuskan untuk membeli junk-food di sebuah gerai McDonald. Setelah makan, aku langsung menuju ke hotel untuk istirahat.
Sesuai dengan agenda, para peserta yang telah tiba berkumpul di lobby hotel tepat pukul 19.00. Aku kemudian berkenalan dengan beberapa peserta, 3 orang berasal dari Afrika (Andre, Joyce dan Jestina), dua dari Asia (Shiham dan Dhamnika), dua dari Amerika Latin (Aida dan Adolfo) Sisanya berasal dari Eropa. Aida Maria Noval, yang berasal dari Meksiko adalah orang yang selama ini aku ingin jumpai. Selama ini aku hanya mengenalnya melalui tools HURIDOCS yang ditulisnya. Dia adalah perempuan setengah baya yang sangat hangat dan enak diajak berdiskusi, khususnya masalah documentation handling.
Kami kemudian memutuskan untuk makan malam di sebuah restoran India yang letaknya sekitar 3 blok dari hotel. Lumayan, aku bisa bertemu dengan nasi putih serta kari ayam yang rasanya dapat ditolerir oleh lidah Indonesia yang sangat kental. Wajah-wajah lelah para peserta tampak jelas namun terhapus oleh suasana yang hangat mewarnai makan malam bersama. Kami saling bertukar cerita tentang pengalaman di negeri masing-masing.
Pukul 21.30, kami kembali ke hotel. Aku sendiri sangat lelah sehingga tidak terasa tertidur dengan pakaian lengkap.

You may also like

Leave a Comment

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy