Home Perjalanan Sedikit Catatan dari Perjalanan di Banda Aceh

Sedikit Catatan dari Perjalanan di Banda Aceh

1 comment

Selama melakukan perjalanan ke Banda Aceh, ada banyak hal yang aku temui. Banyak hal menarik yang harus aku catat dalam tulisan ini. Tentu saja, aku tidak bisa memberikan gambaran yang lengkap tentang Aceh. Hanya beberapa hal yang aku anggap perlu disampaikan, mungkin karena unik atau hanya ada di Aceh dan sekitarnya. Atau, hanya itu yang saat ini teringat di kepalaku.
Kedai Kopi
Nah, itu adalah tempat yang paling anda mudah temui di seluruh pelosok Banda Aceh. Menurut beberapa teman, tempat inilah salah satu medium untuk sosialisasi masyarakat Aceh, khususnya kaum laki-laki. Kedai kopi merupakan tempat mereka bersantai di kala waktu senggang. Berbagai topik mereka bicarakan, mulai dari masalah pribadi hingga masalah politik.
Salah satu kedai kopi yang cukup terkenal di Banda Aceh adalah Solong, yang berada di Ulee Kareeng. Sudah pasti, setiap kedai kopi menyediakan kopi tarik khas Aceh. Menu ini adalah salah satu favoritku. Selain itu, anda bisa menikmati minuman lainnya seperti teh tarik. Saat menikmati minuman tersebut, jangan lupa mencoba berbagai macam kue. Beberapa kali aku datang ke sana, suasanya selalu ramai oleh para pekerja NGO di Aceh. Temanku berkelakar, kalau ingin ketemu dengan pekerja NGO, datanglah ke Solong.
Nah, yang lebih unik lagi adalah tempat duduk di beberapa kedai kopi. Aku perhatikan modelnya tidak lazim alias lebih pendek dari tempat duduk plastik yang kerap aku temui. Saat aku tanya beberapa temanku yang berasal dari Aceh; mengapa kursinya dibuat lebih pendek, mereka jawab “mungkin supaya duduknya lebih nyaman.” Menurutku, model seperti ini malah tidak nyaman. Yah…. lain ladang, lain belalang!
Bentor (Becak Motor)
Selain labi-labi (angkot khas Aceh), salah satu sarana transportasi yang mudah ditemukan di Aceh adalah Becak Motor. Tidak jauh berbeda di Medan, bentor di Aceh menggunakan sepeda motor sebagai penggeraknya. Tempat penumpangnya yang hanya muat untuk dua orang penumpang berada di samping kiri pengemudi motor. Mayoritas bentor tersebut menggunakan motor Honda Win 100 yang cukup bandel. Dengan sedikit sentuhan, jadilah bentor.
Saat pertama aku menaikinya, terus terang ada rasa khawatir. Mungkin karena pertama kali, aku merasa kendaraan ini kurang aman. Sebagai seorang pengendara sepeda motor di ibukota, aku bisa mengukur seberapa tingkat keamanan dan kekuatan dari sebuah sepeda motor. Motor yang dirancang sebagai roda diubah sedemikian rupa menjadi roda tiga dengan penambahan lebar badan dan beban kendaraan, tentunya akan berdampak pada sisi keamanannya.
Belum lagi ongkosnya yang lumayan mahal. Anda harus pintar menawar, beberapa pengendara bentor seringkali memberikan harga yang tidak masuk akal. Jika anda berada di Banda Aceh dan ingin menggunakan bentor, sebaiknya tanyakan ke teman atau kerabat berapa tarif biasa dari satu tempat ke tempat lain.
Makanan
Selama berada di Banda Aceh, terus terang aku agak kesulitan dengan makanan. Aku bukanlah seorang penikmat kuliner sehingga berada di satu tempat yang baru membuatku harus berkeliling mencari makanan yang cocok. Hampir di semua jalan Banda Aceh tersebar banyak kedai yang menjual makanan jadi. Mungkin bisa disamakan dengan warung tegal di Jakarta. Sayangnya, menu makanan yang tersedia sangat sedikit. Itupun tidak jauh dari menu ikan, makanan yang selama ini aku hindari.
Di bawah ini terdapat beberapa makanan yang menurutku masih masuk dalam kategori yang dapat dan/atau ingin kumakan

  1. Es Campur dan Es Teler: Cita-citaku selama adalah mencoba Es Campur di berbagai daerah. Sejauh ini, aku mendapatkan berbagai macam rasa es campur dan kadang-kadang mengejutkan. Di Banda Aceh, aku mencobanya di dekat hotel tempatku menginap. Es campur ini cukup berbeda dari yang biasa aku nikmati, baik dari bahannya maupun cara penyajiannya. Bahannya antara lain adalah kacang hijau, agar, sari kelapa dan cincau. Kuahnya dari santan encer dengan rasa manis yang agak berbeda dan sedikit serutan es. Sedangkan Es teler sendiri tidak jauh berbeda, hanya di tambah dengan sirup dan minus kacang hijau.
  2. Mie Aceh: Makanan ini adalah salah satu favoritku jika berada di Jakarta. Tapi jangan harap anda akan menemukan rasa yanig sama dengan jika berada di Banda Aceh. Terasa sekali perbedaanya, terutama pada bumbunya. Aku sendiri tidak terlalu mengerti tentang rempah, jadi tidak bisa banyak komentar. Yang pasti, anda harus mencobanya saat berada di sini. Salah satu warung terkenal adalah Mie Razali di sekitar kawasan Peunayong. Menu andalannya adalah Mie Kepiting. Aku pribadi tidak menyukainya karena… PAKE KEPITING..
  3. Sate Matang: Saat mencoba masakan ini, aku belum tahu namanya. Yang jelas, melihat sate kambing lengkap dengan supnya, tanpa bepikir aku langsung memesannya. Maklum sedang dalam keadaan lapar-laparnya. Saat sudah tersaji, aku melihat sate kambing dalam potongan yang lebih kecil disertai bumbu kacang yang cukup halus. Sup kambingnya sendiri seperti kari kambing tapi agak encer. Rasa jintennya sungguh terasa sehingga membuat badan menjadi hangat.
  4. Ayam tangkap: Saat mendengar masakan ini, aku tidak mampu membayangkan bentuk makanan ini. Seperti apakah makanan ini sehingga namanya begitu aneh; Ayam Tangkap, membuatku makin penasaran. Yang pasti, banyak teman yang merekomendasikan makanan ini. Nah, daripada penasaran aku langsung coba saja. Rasa penasaran kemudian mulai terbayar saat Ayam Tangkap telah tersaji di meja. Yang aku lihat adalah kumpulan daun dengan beberapa potong kecil ayam. Tampak juga bawang goreng bau harumnya menggoda dan cabe hijau yang menggugah selera. Ternyata, daun tersebut di goreng bersama dengan ayam yang di potong kecil. Sudah pasti rasanya meresap ke daging ayam menjadikannya sangat nikmat. Tapi, harganya juga lumayan nikmat….
  5. Rujak Aceh: Sebagai salah penggemar rujak, menu yang satu ini pasti selalu menjadi incaranku. Sebelumnya aku tidak tahu kalau Banda Aceh menyimpan satu menu favoritku. Saat sedang, berjalan di sekitar lapangan Blang Padang, aku menemukan kedai yang bertuliskan Rujak Aceh. Tanpa pikir dua kali, aku langsung singgah dan membelinya. Dari sini aku baru tahu kalau ada 3 jenis rujak; pertama, buah segar yang merupakan potongan buah seperti pepaya, mangga, kedondong semangka dan lainnya. Buah segar ini disajikan dengan serutan es dan sirup serta bumbu rujak, tepatnya gula merah cair. Kedua, rujak aulia. Bahannya tidak jauh berbeda dengan rujak biasa, hanya saja disajikan seperti rujak serut diberikan kuah. Ketiga, rujak aceh! Inilah yang menjadi favoritku. Mirip sekali dengan rujak serut hanya saja ada yang lain dengan bumbunya. Bumbu rujak di sini menggunakan buah batok sebagai pengganti asam. Rasanya tidak jauh berbeda tapi memberikan nuansa yang lain pada lidahku.

You may also like

1 comment

Carlota Savko 21/02/2015 - 03:13

tulisan yang bermanfaat
Salam Sukses…

Reply

Leave a Comment

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy