Seperti yang kita ketahui bersama, Phnom Penh adalah ibukota Negara Kerajaan Kamboja. Bisa dipastikan bahwa sebagai ibukota negara, beberapa fasilitas dasar seperti saran transportasi, pelayanan publik dan beberapa fasilitasnya tidak akan terlalu sulit. Nah, kali ini aku ingin menuliskan tentang pengalaman berada di ‘jalan’ Phnom Penh.
Saat sudah berada dua hari di kota ini, aku sedikit bingung karena tidak menjumpai satu bus atau semacam angkot di kota ini. Yup, satu hal yang tidak akan anda temui adalah transportasi massal publik. Di Phnom Penh, anda hanya punya tiga pilihan sarana transportasi yang bisa anda gunakan; Taksi, Tuk-tuk dan ojek motor. Sebenarnya ada satu lagi kendaran sejenis becak yang dikayuh namun hanya muat untuk satu penumpang, namun aku tidak pernah mencobanya. Tidak tega rasanya…!
Aku kemudian bertanya kepada teman Kambojaku namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Avi, sahabatku yang saat ini bekerja di sana kemudian menegaskan bahwa kota Phnom Penh bukanlah kota yang terlalu besar. “Kita bisa kemana saja, selama masih di Phnom Penh, dalam waktu 15 menit.” Mungkin ada benarnya, tapi tetap saja ini menjadi pertanyaan besar buatku.
Seperti yang sudah aku sampaikan di tulisan sebelumnya, situasi di jalan raya kota Phnom Penh cukup semrawut. Selama 15 hari, aku harus berhadapan dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Macet akan ditemui di beberapa ruas jalan pada jam sibuk.
Bedanya, rata-rata pengendara memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang. Hanya satu-dua kali aku melihat motor dan mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Bahkan rata-rata pengendara di Phnom Penh bisa dikatakan sangat lambat. Setiap aku naik Tuk-tuk atau ojek motor, tidak pernah sekalipun lebih dari 40 km/jam.
Tips untuk Tuk-tuk
Yang paling pertama harus dimaklumi adalah banyak di antara mereka tidak bisa berbahasa Inggris. Kadangkala bahasa yang digunakan untuk komunikasi adalah bahasa tubuh. Nah, supaya tidak kesulitan maka bawalah selalu peta Phnom Penh. Jika kesulitan memberitahukan lokasi tujuan, maka tinggal tunjukkan peta kepada mereka sambil merujuk pada tujuan. Oh iya, anda bisa mendapatkan peta Phnom Penh dengan gratis di Hotel atau restoran.
Nah, masalah tarif ini juga punya trik tersendiri. Sepertinya, para pengemudi Tuk-tuk mematok tarif secara semena-mena untuk para barang (sebutan untuk bule) atau turis. Walaupun jaraknya cukup dekat, mereka biasanya mematok US$ 2. Jika jaraknya cukup jauh, maka siapkan US$ 5. Ini seperti kebiasaan yang ada di para pengemudi tuk-tuk untuk mematok tarif demikian. Makanya, jika yakin tujuannya cukup dekat, jangan segan untuk menawarnya. Selalu tawar setengah dari tarif yang ditawarkan oleh mereka. Ingat, jangan menyerah! Bisa dipastikan mereka akan menyerah. Jika hanya seorang diri, tips ini akan berlaku. Namun jika lebih dari satu orang, maka sebaiknya anda memperhitungkan juga lah…
Tip untuk naik Ojek
Nah, kendaraan ini tidak jauh berbeda dengan ojek di Jakarta atau kota lain di Indonesia. Sama seperti pengemudi tuk-tuk, mereka punya kesulitan dengan bahasa. So, selalu gunakan peta! Itu kuncinya…
Masalah tarif, ojek ini lebih murah. Bahkan bisa setengah dari Tuk-tuk! Makanya, jika ingin sedikit merasakan sport jantung berkendara motor tanpa helm, ojek adalah pilihan yang tepat. Anda tidak akan ditawari helm sebagai pelindung. Walaupun mereka tidak seliar ojek di Jakarta, namun mengingat kondisi lalu lintas di Phnom Penh, ada baiknya berdoa sebelum berkendara…
Selama 2 minggu pula, aku terheran-heran saat melihat lalu lintas di Phnom Penh. Mobil-mobil mewah yang harganya bisa mencekik leher seperti Hummer dan Lexus seringkali aku jumpai. Sungguh ironis melihat ketimpangan ini. Untuk persoalan ini, aku akan menceritakannya di tulisan yang lain.