Akhirnya, waktu menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) telah tiba. Semua persiapan sudah lengkap dan tinggal angkat. Apa lacur, aku bangun kesiangan karena terlalu banyak menikmati alkohol di malam sebelumnya. Jadwal pesawat Singapore Air Lines dengan nomor penerbangan SQ 957 adalah 11.40, sementara aku baru berangkat pukul 9.30! Dalam hati aku sudah bergumam, mudah-mudahan jalan Jakarta bersahabat denganku hari ini. Untungnya, aku tidak terlambat… Jika terlambat, bisa berabe….
Setelah menempuh perjalanan selama 1,5 jam, aku tiba di Bandara Changi dan bertukar pesawat. Tidak seperti perjalananku sebelumnya, aku tidak mendapatkan masalah di gate. Mereka seperti tidak terlalu perduli, setelah melihat passport-ku, tanpa bertanya apapun aku langsung bisa boarding. Setelah menunggu selama 2 jam, akhirnya aku berangkat lagi menuju Kamboja dengan menumpang di Silk Air dengan nomor penerbangan MI 608. Munurut itenerary, perjalanan ke Phnom Penh akan memakan waktu sekitar 2 jam. Ketika sudah mendekati Phnom Penh, aku melihat sungai Mekong yang mengalir dari jendela pesawat.
Akhirnya aku sampai di Bandara Pochentong, Phnom Penh! Bandaranya sangat sederhana jika ingin dikategorikan sebagai bandara internasional. Tidak terlalu banyak fasilitas atau hal menarik di bandara tersebut. Bahkan terkesan membosankan. Tentu saja, tidak bisa dibandingkan dengan bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Aku sudah menyiapkan beberapa dokumen yang harus di isi seperti permohonan visa on arrival (VOA), pernyataan untuk bea cukai dan pernyataan kesehatan. Untuk point yang terakhir dikarenakan perkembangan flu babi di Asia. Dokumen ini akan diberikan saat anda melakukan boarding. Oh iya, setelah melalui screening kesehatan yang sebenarnya hanya melewati monitor, aku kemudian menuju ke pengurusan visa. Tidak terlalu sulit, namun aku melakukan beberapa kesalahan; pertama tidak membawa foto sehingga aku di denda US$ 1, kedua menuliskan business di dalam form VOA yang berakibat biayanya membengkak jadi US$ 25. Selain itu, tidak ada masalah yang berarti.
Setelah bertemu dengan orang yang menjemput, kami langsung menuju ke tempatku menginap, Manor House yang berada di #21, Street 262 di sekitar wilayah BKK.
Pengetahuanku tentang Kamboja harus aku katakan sangat minim. Sangat sedikit yang aku ketahui, terutama kondisi sosial masyarakat setempat sehingga ada rasa ingin tahu yang sangat besar tentang kondisi di Kamboja, khususnya di Phnom Penh sangatlah besar.
Sepanjang perjalanan ke hotel, aku memperhatikan sekeliling. Yang paling menarik buatku adalah wajah dan fisik orang Kamboja tidak jauh berbeda dengan orang Indonesia. Mungkin benar kata temanku, Mariana bahwa kita punya garis keturunan yang sama. Situasi kota Phnom Penh sendiri tidak jauh berbeda dengan kota-kota di Indonesia. Memang tidak bisa dibandingkan dengan beberapa kota besar di Indonesia. Karena bisa dikatakan Phnom Penh masih sangat jauh dari Bandung, apalagi Jakarta.
Hal paling pertama aku perhatikan adalah kondisi lalu lintas yang sangat kacau. Jumlah sepeda motor cukup dominan di sini. Mulai dari motor jaman bahuela hingga jenis terbaru. Beberapa kendaraan sejenis becak motor atau lebih dikenal dengan tuk-tuk lalu lalang. Aturan lalu lintas sepertinya tidak begitu ditaati di kota ini. Pengendara sepeda motor bebas begitu saja berjalan tanpa menggunakan helm. Bisa dihitung dengan jari jumlah pengendara motor yang menggunakan helm.
Mobil-mobil mewah tampak bersileweran di jalanan. Aku sempat heran dengan kondisi ini karena sangat kontras dengan kehidupan sekelilingnya. Mobil yang aku tumpangi sebenarnya cukup mewah, Range Rover yang harganya tidak bisa terjangkau kalangan menengah. Aku sempat bertanya pada supir yang menjemputku, sayangnya tidak mendapatkan jawaban yang cukup memuaskan.
Setelah menempuh sekitar 20 menit perjalanan dari bandara, akhirnya aku sampai ditempat penginapan, Manor House. Sebetulnya, tempat ini tidak bisa dikategorikan sebagai hotel. Lebih tepatnya semacam guest house atau wisma. Jumlah kamarnya sangat terbatas ditambah pelayanannya yang jauh dibawah standar. Biayanya pun terhitung cukup mahal, US$ 38/malam. Namun, lokasinya cukup strategis, dekat dari Independence Monument dan Sungai Mekong.
Terlepas dari itu semua, tempatnya cukup nyaman dan sejuk. Kamarnya cukup bersih dan punya akses internet gratis! Ini yang paling penting buatku…! Setelah membongkar bawaan yang tidak terlalu banyak, aku kemudian beristirahat sejenak untuk meluruskan punggung yang terlalu banyak duduk.
Perjuangan selanjutnya adalah mencari makan malam!
1 comment
Mas saya rommy, bisa saya minta alamat email yahoonya mas, karena ada yg mau sy sharing,
Saya berencana untuk kerja disana?
Yang sy mau tanyakan bagaimana mengurus visa kerja disana? apa saja yg dibutuhkan, mohon infonya thanks