Setelah sekian lama tulisan ini masuk dalam status draft, akhirnya bisa juga aku kuselesaikan.
Sesuai dengan agenda yang kudapatkan, setiap jam 8.30 waktu setempat kami akan memulai sesi workshop kami. Lokasinya cukup jauh dari tempatku menginap. Aku harus naik trem ke arah Palais des Nations hingga halte terakhir dan berjalan kaki sekitar 300 meter menuju ke Centre International de Conférences de Genève. Mendengarkan, berdiskusi dan bertukar informasi dengan sesama peserta menjadi kegiatan seharian.
Dari hari pertama hingga akhir dari lokakarya tersebut, aku mendapatkan berbagai informasi tentang pengalaman beberapa lembaga yang berupaya mengembangkan sistem pendokumentasian dan pemantauan di negara mereka. Cukup melelahkan, ditengah cuaca yang sangat dingin, kami mencurahkan semua pemikiran untuk pengembangan metode dan aplikasi pemantauan pelanggaran HAM. Dalam lokakarya tersebut, para peserta juga kemudian bersepakat untuk mengembangkan satu aplikasi berbasis open source yang dapat membantu proses pemantuan pelanggaran HAM.
Sudahlah, urusan pekerjaan sudah aku masukkan ke dalam laporan perjalananku. So, yang aku ingin bahas adalah pengalaman berada di Jenewa selama beberapa hari.
Seperti yang sudah aku tuliskan pada bagian II, ada banyak hal yang menarik untuk dinikmati di Jenewa. Selain menjadi salah satu pusat berbagai organisasi hak asasi manusia, ada banyak tempat menarik yang dapat dikunjungi. Ada beberapa tempat yang aku kunjungi sendiri dan beberapa lainnya aku nikmati dengan beberapa teman dari peserta lokakarya tersebut.
Jet d’eau (Water Fountain)
Air mancur ini dapat anda nikmati saat sedang berjalan-jalan di sekitar Lake of Geneve. Tempat ini menjadi simbol dari Jenewa. Dengan tinggi air yang mencapai 140 meter, sambil menikmati segarnya udara di sekitar danau akan membuat pikiran menjadi santai. Ada beberapa teman yang mengajak untuk melihatnya dari dekat namun ku tolak. Aku lebih bisa menikmatinya dari jauh…
Ini adalah salah satu tempat favoritku selama beberapa hari di Jenewa. Selain karena dekat dari tempatku menginap, tempat ini begitu santai. Mengamati indahnya Lake of Geneve serta para ‘penghuni’nya.
Reformation Wall
Dalam satu kesempatan, Bert Verstappen, salah satu kolega kami di HURIDOCS International mengajakku dan beberapa teman untuk menikmati ‘tour’ malam mengunjungi kota tua. Salah satu tempat yang aku kunjungi adalah Reformation Wall. Menurut Bert, monumen ini dibuat untuk menghormati beberapa tokoh seperti Theodore Beza (1519 – 1605), John Calvin (1509 – 1564), William Farel (1489 – 1565) dan John Knox (c.1513 – 1572) yang berpengaruh dalam perkembangan kota Jenewa. Para tokoh tersebu juga berpengaruh pada masa reformasi yang didorong oleh kelompok Protestan. Saat itu, Jenewa menjadi pusat aktifitas Calvinism.
Saint Peter’s Cathedral
Tidak jauh dari Reformation Wall, kami sampai di Katedral Santo Peter. Tidak banyak yang bisa aku nikmati di tempat ini. Kami hanya bisa menikmatinya dari luar. Dari salah satu situs, aku ketahui bahwa Katedral ini dibangun pada 1407. Bangunan ini sudah beberapa kali mengalami kebakaran dan direstorasi.
Meriam Tua
Aku kemudian berjalan lagi. Di tengah perjalanan, kami sempat berhenti sejenak di sebuah tempat seperti air mancur kecil. Menurut Bert, air tersebut dapat langsung di minum. Sayangnya, aku tak sempat mengambil gambarnya. Tidak jauh berjalan, aku sampai di satu tempat yang penuh dengan ornamen yang menarik. Ditengah tempat tersebut terdapat beberapa meriam. Kuhitung, ada lima meriam tua. Keasyikan bercengkrama dan berfoto ria, aku tidak sempat bertanya tentang tempat tersebut. Baru belakangan aku dapat informasi bahwa meriam tersebut dulunya digunakan sebagai senjata pertahananan kota Jenewa. Tempat tersebut dulunya adalah tempat penyimpanan senjata dan ornamen tersebut adalah yang menggambarkan perkembangan kota Jenewa hasil karya Alexandre Cingria (1949)
Town Hall
Hanya beberapa meter dari Old Arsenal, terdapat satu bangunan bersejarah. Town Hall adalah salah satu tempat yang menjadi pusat kegiatan politik di Jenewa pada masa lalu. Bangunannya unik, pintu masuknya sangat kecil sehingga aku sempat terkecoh. Saat berada di dalam, aku kagum dengan arsitekturnya. Walaupun awam dengan persoalan arsitektur, aku masih bisa melihat tata letak serta keunikan dari gedung. Menurut sumber yang bisa dipercaya, gedung ini pernah digunakan sebagai tempat perundingan saat perang sipil terjadi di Amerika. Nah, yang nggak kalah penting adalah tempat ini menjadi saksi sidang Liga Bangsa-Bangsa (sekarang PBB) pada tahun 1920.
Dalam posting sebelumnya, aku sudah bercerita bagaimana sulitnya mencari tempat makan yang sesuai dengan lidahku. Hampir setiap malam, aku dan beberapa kawan hunting mencari tempat makan. Berhubung dana yang tersedia juga tidak banyak, maka memilih makanan pun menjadi perjuangan tersendiri. Untungnya, di sekitar tempatku menginap cukup banyak restoran yang menyediakan berbagai jenis makanan dari berbagai negara.
Sekali aku mencoba makanan Ethopia. Waduh, rasanya campur aduk sehingga sangat sulit diterima oleh lidahku. Rasa asam yang dominan membuat perutku bereaksi.
Nah, satu pengalaman yang tidak terlupakan adalah menikmati cheese fondue di tengah Lake of Geneve. Menurut Daniel, kolega dari HURIDOCS International, makanan ini adalah khas Swiss. Seperti namanya, makanan ini terbuat dari keju yang dipanaskan di sebuah panci hingga meleleh. Makanan ini disajikan dengan potongan roti dan dimakan bersama-sama. Untuk menikmatinya, roti tersebut di cocolkan ke dalam keju yang panas. Huih nikmatnya jika disandingkan dengan Teh panas. Eits… jangan terlalu banyak. Aku sempat merasa agak mual karena rasanya yang sangat gurih. Ini adalah makanan yang tidak bisa dilewatkan oleh siapapun yang berkunjung ke Jenewa. Sayangnya, makanan ini tidak tersedia di musim panas.
Pada malam terakhir, kami sempat disuguhi makanan ala Libanon. Hmm… mulai dari appetizer hingga desert-nya terasa nikmat di lidah dengan minyak zaitun yang begitu berasa ditemani dengan wine yang nikmat. Oh iya, aku sempat mengunjungi salah satu Pub, Pickwik’s di dekat tempatku menginap. Selain menikmati bir lokal, juga menumpang bandwith. Di tempat ini aku sempat bertemu dengan warga negara Indonesia. Sayangnya, kami tidak sempat berkenalan lebih jauh karena aku haru segera beranjak. Mungkin di lain waktu…
6 comments
terima kasih mas sudah mampir ke blog, lam kenal
desain blognya bagus, ajarin dong, oya koq tidak ada halaman buku tamu yaa buat nyampah, btw Satu Dunia mau ikut aliansi ite tidak? cek ke http://anrhti.blogdetik.com
Nandar Faiz, salam kenal dan terima kasih sudah mampir ke ‘gubuk’ ku.
Mas Anggara, terima kasih sudah singgah ke ‘gubuk’ yang sederhana ini.
Mas Anggara terlalu merendah, wong aku cuman make template yang sudah tersedia kok. Aku secara pribadi mau gabung dengan Aliansi ITE. SatuDunia kayaknya nggak keberatan untuk bergabung. Nanti aku coba pastikan ke teman-teman. Apa aja syaratnya untuk gabung? Biar bisa lebih konkrit, tidak sekedar hanya taruh nama.
cheese fondue…worldclass cuisine….mau!
apakah satu dunia berkenan untuk menjadi pemohon juga dalam uji materi UU ITE?