Suatu hari, seorang temanku menelpon dan memberitahuku bahwa komunitasku diminta bantuannya oleh Jaringan Advokasi Jugun Ianfu untuk melakukan kampanye. Terus terang aku bingung! Isu Jugun Ianfu sangat jauh dari otakku yang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas.
Aku kemudian diajak rapat oleh jaringan tersebut untuk menyusun langkah kerja. Sekali lagi, tidak ada informasi yang dapat membantuku untuk memahami masalah ini. Hasilnya, aku hanya bisa terdiam dan bicara mengenai hal teknis tanpa menjawab permasalahan konseptual. Di sisi lain, aku melihat satu kelemahan dari mereka yang memperjuangkan permasalahan jugun ianfu, penyediaan informasi yang sangat minim. Mungkin mereka berpikir, karena aku cukup aktif dalam berbagai permasalahan hak asasi manusia, maka aku pasti sudah paham mengenai masalah ini.
Apa itu Jugun ianfu, mengapa mereka bisa menjadi korban, bagaimana kondisi mereka sekarang dan sekian banyak pertanyaan muncul di kepalaku. Jujur saja, selama ini aku tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk mencjawab pertanyaan tersebut. hanya potongan bacaan dari media dan buku Parmoedya, Perempuan dalam Cengkaraman Militer yang memberikan sedikit gambaran tentang masalah ini. Oh iya, aku pernah mendengar tentang Tokyo Tribunal yang mengadili masalah ini. Akan tetapi, aku tidak tahu persis hasilnya. Kalau tidak salah, beberapa orang jendral serta kaisar jepang yang berkuasa saat itu diputus bersalah dan harus mengakui kejahatan mereka.
Kuputuskan untuk mencari informasi lebih jauh tentang masalah ini. Ku cari bahan dan referensi tentang Jugun Ianfu lebih jauh dan langkah apa saja yang sudah mereka lalui.
Dari bahan bacaan dan diskusi dengan beberapa teman, aku mendapatkan banyak sekali informasi. Untuk aku tuliskan secara detil mungkin tidak cukup dan sanggup, bisa-bisa jadi buku… yang jelas, aku makin memahami permasalahan ini.
Jugun Ianfu tidak pernah aku dengar di pelajaran sejarah di berbagai tingkatan sekolah. Kalaupun ada, Jugun Ianfu hanya disebut sekilas tanpa dibahas. Jugun ianfu merupakan sebutan untuk perempuan yang telah dipaksa dilacurkan (mungkin lebih tepatnya, dijadikan budak seks) oleh tentara Jepang (Dai Nippon) pada masa perang pasifik pasca perang dunia ke-2. Kebiadaban ini tidak hanya menimpa sebagian perempuan di Indonesia, akan tetapi meyebar di Asia Pasifik. Taiwan, Korea Selatan, Cina dan beberapa negara asia lainnya. Selain itu, beberapa perempuan Belanda juga dijadikan Jugun Ianfu saat Jepang menjajah di Indonesia.
Mereka yang menjadi Jugun Ianfu kebanyakan dipaksa dan/atau diperdayai. Sebagian besar dari mereka diculik, sebagian lagi diperdaya. Dengan iming-iming akan disekolahkan dan diberikan keterampilan, mereka kemudian terperangkap dalam jebakan para tentara Jepang. Mereka kemudian di tempatkan di barak khusus di berbagai daerah, terutama di daerah pendudukan Jepang. Serangan seksual, termasuk perkosaan harus mereka hadapi hampir setiap hari. Menurut kawanku, seorang Jugun ianfu harus melayani sekitar 6-8 birahi bejat orang tentara dan sipil jepang. Jika mereka menolak, siksaan berbagai rupa harus mereka terima. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian memilih untuk mengakhiri hidupnya. Ada yang harus menderita seumur hidup karena rusaknya alat reproduksi mereka. Banyak Jugun Ianfu yang kemudian hamil tanpa mereka inginkan. Sayangnya, aku belum mendapat informasi lebih jauh tentang masalah ini.
Setelah Jepang dikalahkan oleh oleh tentara Sekutu, nasib para Jugun Ianfu kemudian terkatung-katung. Tidak ada pihak yang memperhatikan nasib mereka. Tidak sedikit cemooh dan caci maki yang mereka dapatkan dari masyarakat. Penolakan juga terjadi di kampung mereka. Perempuan-perempuan ini kemudian harus berjuang menghadapi penderitaan seumur hidup.
Pemerintah Jepang saat ini, berusaha keras untuk menutupi bahkan mengingkari kebiadaban yang dilakukan oleh militer mereka pada masa perang pasifik. Mereka berusaha menutup mulut mereka yang menjadi korban dengan cara memberikan semacam uang “kerohiman” melalui Asia Women Fund. Ironisnya, pemerintah Indonesia juga saat ini seakan tidak peduli dengan permasalahan ini. Dengan tangan terbuka mereka menerima data tersebut tanpa memberikan perhatian kepada manta Jugun Ianfu. Tindakan bodoh atau tidak mau merusak hubungan dagang yang harmonis dengan Jepang mungkin menjadi alasan pemerintah. Maklum, pemerintah kita punya hutang dan bantuan yang cukup banyak dari Jepang.
Sangat sedikit generasi muda saat ini yang mengetahui masalah ini. Maklum, pemerintah kita hanya mencantumkan Romusha dan Heiho sebagai bukti kekejaman tentara jepang pada penjajahan mereka selama 3 ½ tahun di Indonesia. Kalau tidak percaya, baca kembali buku pendidikan sekolah anak atau ponakan anda. Jugun Ianfu hanya disinggung tanpa penjelasan yang memadai. Padahal ini penting demi pengetahuan bangsa kita! Supaya bangsa kita tidak mengulangi kebiadaban yang dilakukan di masa yang lalu.
Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang menjadi korban? Yang pasti, mereka masih terus berjuang. Berjuang melawan umur mereka yang semakin uzur dan pengakuan dari pemerintah!
Sementara aku? Hanya bisa menulis dan menyebarluaskan pemahaman ini kepada generasi-ku. Tidak kurang dan tidak lebih, tapi aku yakin akan sangat berarti…!
475
previous post
2 comments
orang jepang pada masa itu biadab juga yaa….
Nice info 🙂 emang bener, di buku pelajaran saya nggak disinggung sejarah tentang Jugun Ianfu secara terperinci